Biografi KH Hasyim Al Asy'ari_Pendiri NU (Nahdlatul Ulama)
KH Hasyim Al Asy'ari adalah seorang ulama pendiri Nahdlatul Ulama (NU), organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia. Ia juga dikenal sebagai pesantren Tebuireng , Jawa Timur dan dikenal sebagai tokoh pendidikan pembaharu pesantren. Selain mengajarkan agama di pesantren, ia juga mengajarkan para santri membaca buku-buku pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato.
hasyim-asyari
Assalamualaikum, Wr,Wb..! selamat datang kembali di jurnalis ma'arif. Ok, pada kesempatan kali ini saya akan berbagi info seputar Biografi KH Hasyim Al Asy'ari. silahakan bagi kalian khususnya orang NU untuk membacanya sampai selesai. somoga segala kabaikannya bisa menjadi teladan buat kita semua...! baca juga : Biografi dan Profil Lengkap K.H. Ma’ruf Amin_Calon Cawapres Indonesia
Biografi KH Hasyim Al Asy'ari_Pendiri NU (Nahdlatul Ulama)
KH Hasyim Al Asy'ari adalah seorang ulama pendiri Nahdlatul Ulama (NU), organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia. Ia juga dikenal sebagai pesantren Tebuireng , Jawa Timur dan dikenal sebagai tokoh pendidikan pembaharu pesantren. Selain mengajarkan agama di pesantren, ia juga mengajarkan para santri membaca buku-buku pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato.
hasyim-asyari
Karya dan jasa Kiai Hasyim Asy'ari yang lahir di Pondok Nggedang, Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875 tidak lepas dari nenek moyangnya yang sepenuhnya turun-temurun menjadi pesantren. Ayahnya bernama Kiai Asyari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah. Dari garis ibu, Kiai Hasyim Asy'ari merupakan keturunan Raja Brawijaya VI, yang juga dikenal dengan Lembu Peteng, ayah Jaka Tingkir yang menjadi Raja Pajang (keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir).
Kelahiran Dan Masa Kecil
Tidak jauh dari jantung kota Jombang ada dukuh yang bernama Ngedang Desa Tambak Rejo yang lebih dulu dari Pondok Pesantren yang konon dibangun di Jombang, dan pengasuhnya Kiai Usman. Dia adalah seorang kiai besar, alim dan sangat menang, istri dia Nyai Lajjinah dan dikaruniai enam anak:
- Halimah (Winih)
- Muhammad
- Leler
- Fadli
- Arifah
Orang juga mencari
Halimah kemudian dijodohkan dengan seorang santri ayahandanya yang bernama Asy'ari, kompilasi itu Halimah masih dibuka 4 tahun sedangkan Asy'ari paling beruisa 25 tahun. Mereka dikarunia 10 anak:
- Nafi'ah
- Ahmad Saleh
- Muhammad Hasyim
- Radiyah
- Hasan
- Anis
- Fatonah
- Maimunah
- Maksun
- Nahrowi, dan
- Adnan.
Muhammad Hasyim , lahir pada hari Selasa Tanggal 24 Dzulqo'dah 1287 H, bertepatan dengan tanggal 14 Pebruari 1871 M. Masa dalam kompatibilitas dan kelahiran KH.M. Hasyim Asy'ari, tampak seolah-olah isyarat yang menunjukkan kebesarannya. Terkait, kompilasi dalam isi Nyai Halimah bermimpi melihat bulan purnama yang jatuh ke dalam kandungannya , begitu pula kompilasi menghasilkan Nyai Halimah tidak mengalami sakit seperti apa yang dibutuhkan wanita kompilasi menghasilkan.
Di masa kecil dia hidup bersama kakek dan neneknya di Desa Ngedang, ini berlangsung selama enam tahun. Setelah itu dia mulai kedua orang tuanya yang pindah ke Desa Keras terletak di selatan kota Jombang dan di desa tersebut Kiai Asy'ari mendirikan pondok pesantren yang bernama Asy'ariyah.
Prinsip pembelajaran awal , mungkin teori ini layak disandang oleh beliau, berdasarkan kehidupan beliau yang mendukung hidup dilingkungan pesantren, memungkinkan wajar jika nilai-nilai pesantren sangat meresap pada dirinya, demikian pula nilai-nilai pesantren dapat dilihat oleh ayahanda dan bundanya memberikan bantuan kepada santri, dan bagaimana para santri hidup dengan mudah penuh dengan keakraban dan saling membantu ..
Belajar Pada Keluarga
Perjalanan keluarga beliau pulalah yang memulai pertama kali belajar ilmu agama baik dari kakek dan neneknya. Desa Keras membawa perubahan hidup yang pertama kali dibawa, disini mula-mula ia menerima pelajaran agama yang luas dari pembicaraan yang pada saat itu pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Asy'ariyah. Dengan modal kecerdasan yang diperoleh dan dorongan lingkungan yang kondusif, dalam usia yang cukup muda, ia sudah dapat mempertanyakan ilmu-agama, baik bimbingan keluarga, guru, atau belajar dengan autodidak. Ketidakpuasannya terhadap apa yang sudah dipelajari, dan kehausan akan ilmu mutiara, tidak cukup hanya belajar di lingkungan peternakan. Setelah sekitar sembilan tahun di Desa Keras (umur 15 tahun) mulai belajar di rumah, ia mulai melakukan pengembaraanya menuntut ilmu.
Mengembara ke Berbagai Pesantren
Dalam usia 15 tahun, perjalanan awal menuntut sains, Muhammad Hasyim belajar ke pondok-pondok pesantren di tanah Jawa, khususnya Jawa Timur. Diambil adalah Pondok Pesantren Wonorejo di Jombang, Wonokoyo di Probolinggo, Tringgilis di Surabaya, dan Langitan di Tuban (sekarang diasuh oleh KH Abdullah Faqih), kemudian Bangkalan, Madura, di bawah bantuan Kiai Muhammad Khalil bin Abdul Latif (Syaikhuna Khalil).
Ada cerita yang cukup menarik tatkala KH.M. Hasyim Asy'ari“Ngangsu kawruh” dengan Kiai Khalil. Suatu hari, dia melihat Kiai Khalil bersedih, beliau memberanikan diri untuk bertanya. Kiai Khalil menjawab, kata cincin jatuh di WC, Kiai Hasyim lantas usul agar Kiai Khalil membeli cincin lagi. Namun, Kiai Khalil mengatakan itu cincin itu. Setelah melihat kesedihan di wajah guru, itu, Kiai Hasyim menawarkan diri untuk mencari cincin tersebut di dalam WC. Akhirnya, Kiai Hasyim benar-benar mencari cincin itu di dalam WC, dengan penuh kesungguhan, kesabaran, dan keikhlasan, akhirnya Kiai Hasyim menemukan cincin tersebut. Alangkah bahagianya Kiai Khalil atas keberhasilan Kiai Hasyim itu. Dari kejadian inilah Kiai Hasyim menjadi sangat dekat dengan Kiai Khalil, baik semasa menjadi santrinya maupun setelah kembali ke masyarakat untuk berjuang. Hal ini terbukti dengan bantuan tongkat saat Kiai Hasyim diminta mengumpulkan Jam'iyah Nahdlatul Ulama 'yang dibawa KH. As'ad Syamsul Arifin (pengasuh Pondok Pesantren Syafi'iyah Situbondo).
Setelah sekitar lima tahun menuntut ilmu di tanah Madura (memenangkan pada tahun 1307 H / 1891 M), akhirnya dia kembali ke tanah Jawa, belajar di pesantren Siwalan, Sono Sidoarjo, di bawah bimbingan KH. Ya'qub yang terkenal ilmu pengetahuan nahwu dan shorofnya. Selang beberapa lama, Kiai Ya'qub semakin dikenal dekat santri ini dan semakin diminati untuk menantunya.
Pada tahun 1303 H / 1892 M., Kiai Hasyim yang saat itu baru menikah 21 tahun menikah dengan Nyai Nafisah, putri Kiai Ya'qub. Tidak lama setelah pernikahan tersebut, ia kemudian pergi ke tanah suci Mekah untuk menunaikan ibadah haji bersama istri dan mertuanya. Disamping menunaikan ibadah haji, di Mekah dia juga memperdalam ilmu pengetahuan yang telah dimilkinya, dan menyerap ilmu-ilmu baru yang dibutuhkan. Hampir seluruh disiplin ilmu dipelajarinya, sebagian besar ilmu-ilmu yang berkaitan dengan hadits Rasulullah SAW yang menjadi kegemarannya sejak di tanah air.
Perjalanan yang menyenangkan sulit diselesaikan, gembira dan sedih datang silih berganti.demikian juga yang dialami Kiai Hasyim Asy'ari di tanah suci Mekah. Setelah tujuh bulan bermukim di Mekah, beliau menerima putra yang diberi nama Abdullah. Di tengah kegembiraan diperoleh buah hati itu, sang istri semakin sakit parah dan kemudian meninggal dunia. empat puluh hari kemudian, putra beliau, Abdullah, juga memulai sang ibu berpulang ke Rahmatullah. Kesedihan beliau yang saat ini sudah dikenal sebagai seorang ulama, berusaha tak tertahankan. Satu-satunya penghibur hati dia melaksanakan thawaf dan ibadah-ibadah lainnya yang diminta tak pernah terhenti. Disamping itu, dia juga memiliki teman setia yang berisi kitab-kitab yang senantiasa dikaji setiap saat. Sampai akhirnya, beliau meninggalkan tanah suci,
Mematangkan Ilmu di Tanah Suci
Kerinduan akan tanah suci, rupanya, kembali ke kota Mekah. Pada tahun 1309 H / 1893 M, beliau berangkat kembali ke tanah suci bersama saudari kandungnya yang bernama Anis. Kenangan indah dan sedih teringat kembali tatkala kakinya kembali menginjak tanah suci Mekah. Namun hal itu bertentangan dengan semangat baru untuk menekuni ibadah dan mendalami ilmu pengetahuan. Tempat-tempat bersejarah dan mustajabah pun tak luput dikunjunginya, dengan dukungan untuk meraih cita-cita, seperti Padang Arafah, Gua Hira ', Maqam Ibrahim, dan tempat-tempat lainnya. Bahkan makam Rasulullah SAW di Madinah pun selalu menjadi tempat ziarah beliau. Ulama-ulama besar yang tersohor pada saat itu didatanginya untuk belajar sekaligus mengambil berkah, digantikan adalah Syaikh Su'ab bin Abdurrahman,
Upaya yang melelahkan ini bukan sia-sia. Setelah sekian tahun berada di Mekah, beliau pulang ke tanah air dengan membawa ilmu agama yang dilengkapi lengkap, baik yang bisa bergerak ma'qul dan manqul, seabagi bekal untuk beramal dan mengajar di kampung halaman.
Mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng
Sepulang dari tanah suci sekitar Tahun1313 H / 1899 M, beliau memulai mengajar santri, beliau pertama kali mengajar di Pesantren Ngedang yang diasuh oleh mediang kakeknya, sekaligus tempat dimana ia berusaha dan dibesarkan. Setelah itu mengajar di Desa Muning Mojoroto Kediri. Disinilah dia berhasil menikahi salah seoarang putri Kiai Sholeh Banjar Melati. Akungnya, karena berbagai hal, pernikahan ini tidak berjalan lama sehingga Kiai Hasyim kembali lagi ke Jombang.
Di Jombang dia berencana membangun pesantren yang dipilihlah tempat di Dusun Tebuireng yang pada saat itu merupakan sarang kemaksiatan dan diubah. Pilihan itu tentu saja saja menuai tanda tanaya besar dikalangan masyarakat, akan tetapi semua itu tidak dihiraukannaya.
Nama Tebuireng pada asalnya Kebo ireng (kerbau hitam). Ceritanya, Di Sayangah ini ada kerbau yang ditampung di dalam Lumpur, di mana itu banyak sekali lintahnya, kompilasi ditarik didarat, tubuh kerbau sudah berubah warna yang asalnya putih kemerah-merahan berubah menjadi kehitam-hitaman yang dapat digunakan dengan lintah. Konon semenjak dari daerah tadi dinamakan Keboireng yang akhirnya berubah menjadi Tebuireng.
Pada tanggal 26 Robiul Awal 1317 H / 1899 M, didirikanlah Pondok Pesantren Tebuireng, bersama rekan-rekan seperjuangnya, seperti Kiai Abas Buntet, Kiai Sholeh Benda Kereb, Kiai Syamsuri Wanan Tara, dan beberapa Kiai lainnya, segala kesuliatan dan pertimbangan mengenai tempat-tempat yang benci terhadap penyiaran pendidikan Islam di Tebuireng dapat diatasi.
KH. M. Hasyim Asya'ri memulai tradisi yang kemudian menjadi salah satu keistimewaan ia menghatamkan kitab shakhihaini “Al-Bukhori dan Muslim” yang dilaksanakan pada setiap bulan suci ramadlan yang konon diikuti oleh kiai yang datang berbondong-bondong dari berbagai jawa. Tradisi ini berjalan hingga sekarang (penggasuh PP. Tebuireng KH. M.Yusuf Hasyim). Para awalnya santri Pondok Tebuireng yang pertama membalikkan 28 orang, kemudian melipatgandakan orang, bahkan diakhir hayatnya telah mencapai ribuan orang, alumnus-alumnus Pondok Tebuireng yang berhasil menjadi ulama 'besar dan menjadi peserta-negara besar, dan Tebuireng menjadi kiblat pondok pesantren .
Mendirikan Nahdlatul Ulama '
Disamping aktif mengajar dia juga aktif di berbagai kegiatan, baik yang bertindak lokal atau nasional. Pada tanggal 16 Sa'ban 1344 H / 31 Januari 1926 M, di Jombang Jawa Timur didirikanlah Jam'iyah Nahdlotul Ulama '(mulai ulama) bersama KH. Bisri Syamsuri, KH. Wahab Hasbullah, dan ulama'-ulama 'besar lainnya, dengan azaz dan memperbesar: "Memegang dengan teguh pada salah satu dari madzhab empat yaitu Imam Muhammad bin Idris Asyafi'i, Imam Malik bin Anas , Imam Abu Hanifah An-Nu'am dan Ahmad bin Hambali. Dan juga mengerjakan apa saja yang menjadikan kemaslahatan agama Islam ”. KH. Hasyim Asy'ari terpilih menjadi rois akbar NU, sebuah gelar sehingga kini tidak pun menyandangnya. Ia juga menyusun qanunaturan (peraturan dasar) NU yang mengembangkan fahamahli sunnah waljama'ah .
Nahdlatul ulama 'sebagai suatu ikatan ulama' seluruh Indonesia dan membantu berjihad untuk kepercayaan dengan sistem berorganisasi. Memang tidak mudah untuk menyatukan ulama 'yang berbeda-beda dalam sudut pandangnya, tetapi tidak Kiai Hasyim jika puas begitu saja, maka dia melihat perjuangan yang dilakukan sendiri-sendiri akan lebih besar membuka peluang perjuangan untuk memperbaikinya, baik penjajah atau yang ingin memadamkan sinar dan syi'ar Islam di Indonesia, untuk mengadudomba antar sesama. Dia adalah orang yang tajam dan pola pikirnya jauh dalam hal ini, melihat bahaya yang akan dihadapkannya oleh umat Islam, dan olehnya dia berfikir mencari jalan keluarnya dengan membuat sebuah organisasi dengan dasar-dasar yang dapat diterima oleh ulama'ulama lain.
Jam'iyah ini berpegang pada faham ahlu sunnah wal jama'ah, yang diakomodir pada batas-batas tertentu pola bermadzhab, yang lebih condong pada manhaj dari pada saat qauli. Pada dasawarsa pertama NU berorentasi pada diskusi agama dan kemasyarakatan. Kegiatan yang diarahkan pada pendidikan, pengajian dan tabligh. Namun demikian, kompilasi nasional yang terbaru. Hal ini terkait dengan melibatkannya sebagai anggota federasi Partai dan Perhimpunan Muslim Indonesia (MIAI) NU bahkan pada perjalanan sejarahnya pernah muncul sebagai salah satu partai polotik peserta pemilu, yang kemudian menyatu dengan PPP, peran NU dalam politik praktis ini kemudian diangulir dengan keputusan Muktamar Situbono yanh menghendaki NU sebagai organisasi sosial keagamaan kembali pada khitohnya.
Pejuang Kemerdekaan
Peran KH. M. Hasyim Asy'ari tidak hanya terbatas pada bidang keilmuan dan keagamaan, juga ditambahkan dalam bidang sosial dan kebangsaan, ia terlibat aktif dalam perjuangan membebaskan bangsa dari penjajah belanda.
Pada tahun 1937 beliau didatangi pimpinan pemerintahan belanda dengan memberikan bintang mas dan perak tanda kehormatan tetapi beliau menolaknya. Kemudian pada malam hari dia memberikan nasehat kepada santri-santrinya tentang kejadian tersebut dan menganalogkan dengan kejadian yang dialami Nabi Muhammad SAW yang mengkompilasi itu kaum Jahiliyah menawarinya dengan tiga hal, yaitu:
- Kursi kedudukan yang tinggi dalam pemerintahan
- Harta benda yang berlimpah-limpah
- Gadis-gadis tercantik
Akan tetapi Nabi SAW menolaknya bahkan berkata: "Demi Allah, jika mereka meminta izin matahari ditangan kananku dan bulan ditangan kiriku dengan tujuan agar aku berhenti dalam perjuangan, aku tidak akan mau menerjang bahkan nyawa memenangkannya" . Akhir KH.M. Hasyim Asy'ari meminta nasihat kepada santri-santrinya untuk selalu mengikuti dan membawa tauladan dari perbuat Nabi SAW.
Masa-masa revolusi fisik di Tahun 1940, barang kali memang merupakan kurun waktu terberat bagi dia. Pada masa penjajahan Jepang, pemerintahannya dikendalikan oleh pemerintah fasisme Jepang. Salah satu jari tangan beliau menjadi cacat . Sementara itu, pada waktu yang sama ia menorehkan lembaran dalam tinta emas pada lembaran perjuangan bangsa dan Negara republik Indonesia, yaitu dengan diserukan resolusi jihad yang difatwakan pada tanggal 22 Oktober 1945, di Surabaya yang lebih dikenal dengan hari nasional .
Begitu pula masa penjajah Jepang, pada tahun 1942 Kiai Hasyim dipenjara (Jombang) dan dipindahkan penjara Mojokerto kemudian ditawan di Surabaya. Ia dianggap sebagai penghalang pergerakan Jepang.
Setelah Indonesia merdeka Pada tahun 1945 KH. M. Hasyim Asy'ari terpilih sebagai ketua dewan umum majelis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI) jabatan itu dipangkunya namun tetap mengajar di pesantren hingga ia menerima dunia pada tahun 1947.
Keluarga Dan Sisilah
Hampir bersamaan dengan berdirinya Pondok Pesantren Tebuireng (1317 H / 1899 M), KH. M. Hasyim Asya'ri menikah lagi dengan Nyai Nafiqoh putri Kiai Ilyas pengasuh Pondok Pesantren Sewulan Madiun. Dari perkawinan ini kiai hasyim dikaruniai 10 putra dan putri yaitu:
- Hannah
- Khoiriyah
- Aisyah
- Azzah
- Abdul Wahid
- Abdul hakim (Abdul Kholiq)
- Abdul Karim
- Ubaidillah
- Mashurroh
- Muhammad Yusuf.
Menjelang akhir Tahun 1930, KH. M. Hasyim Asya'ri menikahi kembali denagn Nyai Masruroh, putri Kiai Hasan, pengasuh Pondok Pesantren Kapurejo, Kecamatan Pagu Kediri, dari pernikahan tersebut, belilah dikarunia 4 orang putra-putri yaitu:
- Abdul Qodir
- Fatimah
- Chotijah
- Muhammad Ya'kub
Garis keturunan KH. M. Hasyim Asy'ari (Nenek ke-sembilan)
Muhammad Hasyim bin Asy'ari bin Abdul Wahid (Pangeran Sambo) bin Abdul Halim (Pangeran Benowo) bin Abdul Rahman (Mas Karebet / Jaga Tingkir) yang kemudian bergelar Sultan Hadiwijaya bin Abdullah (Lembu Peteng) yang bergelar Brawijaya VI
Wafatnya KH. M. Hasyim Asy'ari
Pada Tanggal 7 Ramadhan 1366 M. jam 9 malam, beliau setelah mengimami Shalat Tarawih, diminta duduk sambil duduk di kursi untuk memberikan pengantar kepada ibu-ibu muslimat. Tak lama kemudian, tiba-tiba datanglah tamu undangan Jenderal Sudirman dan Bung Tomo. Sang Kiai meminta izin tersebut dengan didampingi Kiai Ghufron, kemudian muncul pesan itu sebagai surat. Entah apa isi surat itu, yang jelas Kiai Hasyim meminta waktu semalam untuk berfikir dan meminta akan diberikan keesokan harinya.
Namun kemudian, Kiai Ghufron melaporkan pertarungan dan kondisi pejuang yang semakin tersudut, demikian juga korban rakyat sipil yang meningkat. Mendengar laporan itu, Kiai Hasyim berkata, "Masya Allah, Masya Allah ..."kemudian dia memegang dan menugaskan oleh Kiai Ghufron bahwa dia sedang mengantuk. Memungkinkan para tamu pamit keluar. Akan tetapi, dia tidak menjawab, jadi Kiai Ghufron mendekat dan kemudian meminta kedua tamu tersebut untuk meninggalkan tempat, sementara dia sendiri tetap berada di samping Kiai Hasyim Asy'ari. Tak lama kemudian, Kiai Ghufron baru sadar bahwa Kiai Hasiyim tidak sadarkan diri. Membantu dengan tergopoh-gopoh, ia mengundang keluarga dan membujurkan tubuh Kiai Hasyim. Pada saat itu, putra-putrinya tidak berada di tempat, misalnya Kiai Yusuf Hasyim yang pada saat itu sedang berada di markas tentara pejuang, meskipun kemudian dapat hadir dan dokter didatangkan (Dokter Angka Nitisastro).
Tak lama kemudian baru diketahui bahwa Kiai Hasyimeminta pendarahan otak. Meskipun dokter telah berhasil mengurangi penyakitnya, namun Tuhan berkehendak yang lain pada kekasihnya itu. KH.M. Hasyim Asy'ari wafat pada pukul 03.00 pagi, Tanggal 25 Juli 1947, bertepatan dengan Tanggal 07 Ramadhan 1366 H. Inna LiLlahi wa Inna Ilaihi Raji'un.
Kepergian belaiu ketempat peristirahatan terakhir, diantarkan bela sungkawa yang sangat dalam dari seluruh lapisan masyarakat, sebagian besar dari para pejabat di luar militer, para kawan seperjuangan, para ulama, warga negara NU, dan para santri khusus Tebuireng. Umat Islam telah kehilangan pemimpinnya yang sekarang terbaring di pusara dia di tenggah Pesantrn Tebuireng. Pada saat mengantar kepergianya, shahabat dan saudara beliau, KH. Wahab hazbulloh, sempat mengemukakan kata sambutan yang pada intinya menjelaskan prinsip hidup belaiu, yaitu, “berjuang terus dengan tiada mengenal surut, dan jika perlu zonder istirahat” .
Karya Kitab Klasik
Peninggalan lain yang sangat berharga adalah kumpulan kitab yang dia tulis disela-sela kehidupan dia dalam mendidik santri, mengayomi ribuan umat, dipahami dan diperjuangkan bumi pertiwi dari penjajahan. Ini merupakan bukti nyata dari sikap dan perilakunya, berpikirnya dapat dilacak di antara beberapa karyanya yang rata-rata mencapai Arab.
Namun sangat disayangkan, karena kurang lengkap dokumentasi, kitab-kitab yang sangat berharga itu lenyap tak tentu rimbanya. Sebenarnya, buku yang dia tulis tidak lebih dari dua dekade judul. Namun diakhiri yang bisa diselamatkan hanya beberapa judul saja, merespons:
- Al-Nurul Mubin Fi Mahabati Sayyidi Mursalin. Kajian seharusnya beriman, mentaati, mentauladani, berlaku ikhlas, mencinatai Nabi SAW
- Al-Tanbihat Liman y-Wajibat Yashna'u al-Maulida Bi al-Munkarat. Kajian tentang maulid nabi dalam perdebatannya dengan amar ma'ruf nahi mungkar
- Risalah Ahli Sunnah Wal Jama'ah. Kajian tentang pandangan terhadap bid'ah, Konsisi salah satu madzhab, dan pecahnya umat menjadi 73 golongan
- Al-Durasul Muntasyiroh Fi Masail Tis'a 'asyaraoh. Kajian tentang wali dan thoriqoh yang terangkum dalam sembilan belas pertentangan.
- Al-Tibyan Fi Nahyi'an Muqatha'ah al-Arham Wa al-Aqrab Wa al-Akhwal. Kajian tentang pentingnya jalinan silaturahmi antar sesama manusia
- Adabul 'Alim Wa Muata'alim. Pandangan tentang etika belajar dan mengajar di dalam pendidikan pesantrren pada khususnya
- Dlau 'al-Misbah Fi Bayani Ahkami Nikah. Kajian hukum-hukum nikah, ketentuan, rukun, dan hak-hak dalam perkawinan
- Ziyadah Ta'liqot. Kitab yang berisikan polemik beliau dengan syaikh Abdullah bin yasir Pasuruaan
yappp, di cukupkan sekian yang bisa saya sampaikan, semoga bermanfaat...! mohon maaf atas segala kekeliruan..! silahkan comment dengan ramah ..! Wasalam..!
Sumber : http://bio.or.id
Gabung dalam percakapan
Posting Komentar
komentar teratas
Terbaru dulu